SORONG SELATAN – Situasi politik di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, memanas. Surat Keputusan (SK) Bupati Sorong Selatan Nomor: 100/165/BSS/VII Tahun 2025 tertanggal 28 Juli 2025 resmi digugat di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
SK yang mengatur Penetapan Calon Anggota DPRK Terpilih dan Anggota DPRK Tetap Mekanisme Pengangkatan Kabupaten Sorong Selatan Periode 2024–2029 itu diduga cacat prosedural dan dianggap merugikan hak politik sejumlah calon anggota legislatif daerah.
Lima Penggugat Bergerak Bersama
Lima calon anggota DPRK resmi menggugat keputusan bupati, yakni:
- Marthen Thesia, S.Th (Daerah Pengangkatan I)
- Alfonsina Athabu, SE (Daerah Pengangkatan III)
- Marthen Baho (Daerah Pengangkatan III)
- Hendrik Guraray (Daerah Pengangkatan IV)
- Beny Amin Kena (Daerah Pengangkatan V)
Menurut para penggugat, keputusan bupati membuat kursi di daerah pengangkatan mereka hilang, padahal seharusnya menjadi hak sah yang mereka miliki.
Sidang PTTUN: Gugatan Layak Dilanjutkan
Kuasa hukum para penggugat, Advokat Sulaeman, mengungkapkan bahwa sidang persiapan di PTTUN telah digelar. Majelis hakim menyatakan gugatan ini layak dilanjutkan ke tahap pembuktian.
“Sidang persiapan sudah kami lalui, dan majelis hakim PTTUN menyatakan gugatan ini layak dilanjutkan. Itu artinya gugatan ini berdasar dan memiliki peluang besar untuk dimenangkan. Kami tidak akan mundur, karena ini menyangkut hak politik klien kami yang harus dilindungi,” tegasnya.
Sulaeman menambahkan, perkara ini bukan hanya sengketa administratif, melainkan menyentuh prinsip dasar demokrasi lokal.
“Kalau keputusan seperti ini dibiarkan, demokrasi di tingkat daerah bisa terciderai. Kursi rakyat tidak boleh ditetapkan tanpa dasar hukum yang sah,” ujarnya.
Potensi Dampak Lebih Luas
Kasus Sorong Selatan menambah daftar polemik mekanisme pengangkatan anggota DPRK di berbagai daerah. Sistem yang awalnya dirancang untuk memperkuat keterwakilan masyarakat adat dan kelompok tertentu, justru sering menuai kritik karena rawan intervensi politik.
Pengamat menilai, apabila gugatan dikabulkan, Sorong Selatan bisa menjadi landmark case yang membuat pemerintah daerah di seluruh Indonesia lebih berhati-hati dalam menetapkan kursi DPRK melalui jalur pengangkatan.
Sikap Pemda Masih Dinanti
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan maupun Bupati belum memberikan keterangan resmi. Publik kini menunggu, apakah Pemda akan bertahan dengan SK, memberikan klarifikasi, atau justru menyiapkan langkah hukum lanjutan.
Sidang lanjutan di PTTUN dijadwalkan segera digelar. Putusan akhir diperkirakan akan sangat menentukan arah politik Sorong Selatan periode 2024–2029, apakah daftar anggota DPRK akan dirombak atau tetap sesuai dengan SK Bupati.




