Advokat Sulaeman Siap Laporkan Majelis Hakim PTUN Manado ke Komisi Yudisial dan Bawas MA

Nilai Putusan Tidak Profesional,Kuasa Hukum Akan Lapor Majelis Hakim PT TUN Ke KY serta Bawas MA

Manado — Sidang perkara gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Bupati Sorong Selatan Nomor 100/165/BSS/VII/2025 dengan register perkara Nomor 10/G/2025/PT.TUN.MDO telah mencapai putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan gugatan tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) dengan sejumlah pertimbangan hukum yang menegaskan bahwa ketentuan khusus dalam sengketa pemilihan anggota DPRK sebagaimana diatur dalam PP Nomor 106 Tahun 2021 hanya berlaku di Provinsi Papua, bukan di Papua Barat Daya.

Majelis berpendapat bahwa putusan PT.TUN Manado dalam sengketa pemilihan anggota DPRK wajib ditindaklanjuti oleh Gubernur, Bupati, atau Wali Kota dalam waktu tujuh hari setelah putusan dibacakan, namun perhitungan tenggang waktu pengajuan gugatan dalam perkara ini tidak dapat merujuk pada Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo Pasal 75 UU Nomor 30 Tahun 2014 serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018, karena perkara tersebut bersifat lex specialis.

Read More

Selain itu, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut Panitia Seleksi (Pansel) telah mengumumkan calon anggota DPRK terpilih dan tetap secara terbuka, baik melalui papan pengumuman di sekretariat kantor Pansel maupun siaran publik melalui RRI Sorong, sehingga dianggap bahwa seluruh pihak telah mengetahui hasil seleksi tersebut.

Namun demikian, kuasa hukum penggugat, Advokat Sulaeman, menyatakan keberatan keras dan penyesalan mendalam terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut. Dalam keterangannya kepada wartawan usai sidang, Adv. Sulaeman menilai putusan tersebut sangat tidak profesional karena tidak didukung dengan pembuktian yang sah mengenai adanya pengumuman hasil seleksi oleh Pansel DPRK Sorong Selatan.

“Pertimbangan Majelis Hakim sangat tidak profesional, karena terkait pengumuman yang disebut dilakukan oleh RRI Sorong itu tidak ada bukti konkret sama sekali. Itu hanya keterangan sepihak dari saksi pihak tergugat, tanpa dokumen, tanpa siaran resmi, tanpa bukti publikasi,” ujar Adv. Sulaeman, kuasa hukum penggugat.

Lebih lanjut, Adv. Sulaeman juga menilai bahwa pertimbangan hakim mengenai pembatasan otonomi khusus (Otsus) tidak relevan dengan substansi perkara, karena tidak terdapat satu pun nomenklatur pasal yang membatasi penerapan ketentuan umum Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 58 yang mengatur kewenangan dan tanggung jawab pejabat tata usaha negara.

“Tidak ada satu pun pasal yang membatasi penerapan Pasal 58 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, tetapi hakim justru menafsirkan seolah-olah PP Nomor 106 Tahun 2021 berlaku secara eksklusif. Padahal konteksnya hanya untuk wilayah Provinsi Papua,” tegasnya.

Adv. Sulaeman menambahkan, atas dasar pertimbangan yang dinilai tidak profesional tersebut, pihaknya akan menempuh upaya hukum lanjutan, termasuk pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Makassar. Selain itu, ia juga menyatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim dalam pemeriksaan perkara ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia (Bawas MA RI) dan Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI).

“Kami akan menempuh langkah hukum lanjutan, dan tentu juga melaporkan dugaan ketidakprofesionalan majelis hakim ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI. Karena bagi kami, keadilan tidak boleh diintervensi oleh tafsir hukum yang menyimpang dari substansi perkara,” ujar Adv. Sulaeman menegaskan.

Hingga berita ini diterbitkan, SK Bupati Sorong Selatan Nomor 100/165/BSS/VII/2025 masih berlaku sah dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), sambil menunggu upaya hukum banding dan laporan etik yang akan diajukan oleh pihak penggugat, Red

Related posts