Aturan ini menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik serta melarang pencantuman logo atau desain kemasan produk. Namun, para pelaku industri memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa memberikan dampak yang tidak diharapkan, salah satunya peningkatan peredaran rokok ilegal.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menilai kebijakan ini memiliki dampak signifikan yang perlu diperhatikan dengan serius. Dia khawatir penerapan kemasan polos akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang memiliki harga jauh lebih terjangkau.
“Kemasan polos ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budiman juga menyuarakan desain kemasan polos. Pasal ini tidak masuk akal dan tidak seharusnya ada di dalam aturan.
Menurut dia, kebijakan ini justru akan membuka peluang bagi peredaran rokok ilegal yang lebih sulit dikendalikan. “Adanya kemasan polos sama saja membiarkan konsumen jadi buta, yang akhirnya malah akan menguntungkan produk ilegal. Makanya kami petani AMTI, petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja ini menolak aturan kemasan polos,” kata Budiman.
(jon)