baca juga: Heboh, Pameran Seni Ini Pintu Masuknya 2 Model Telanjang
Yang kemudian, kita tak lupa bahwa karya seni membutuhkan sesuatu yang tak logis, yang Schiller menyebut konsep ke dua, yakni sense drive, sesuatu yang timbul naluriah dalam diri manusia. Syakieb memahami fenomena urban secara kritis, tak akan mengonsumsi makanan sembarangan.
Namun juga ia tak menampik, yang justru menjadi saksi mengapa orang-orang terpikat kelezatan makanan cepat saji sebagai emosi yang meletup secara agresif. Syakieb dalam pengalaman intim dirinya, yang dalam hal ini ia mengakuinya di sebuah diskusi di Post Bloc, Jakarta Pusat, di ruang pamer.
“Saya merasakan saat Covid-19 tak banyak bergerak dan keluar rumah. Masa dua tahun itu membuat saya menyukai mengonsumsi makanan instan dan merasakan berat badan berlebih, dan ini tanda bahaya. Dari sanalah saya terinspirasi membuat karya seni saya kali ini,” kata Syakieb.
Dua energi pendorong ini kemudian bersatu – form drive dan sense drive–yang menjadi energi kreatif sebagai disebut play drive dalam berkarya, dan Syakieb menemukan ide yang cerlang mengeksekusi karya Tribute to Junk Food. Schiller sangat terang mewejang bahwa manusia tak bisa meraih potensi terbesarnya tanpa dua kolaboratif energi pendorong tersebut.
Maka, meminjam tesis Schiller yang disebut sebagai play drive adalah totalitas Syakieb merasakan dirinya menjadi utuh sebagai manusia, benar-benar merasakan sensasi sepenuhnya saat ia berkarya dengan cara bermain-main.
Sama dengan Schiller, apa yang dikerjakan oleh perupa Syakieb sejurus pula dengan tesis sejarawan dan pengamat kebudayaan dari Belanda, Johan Huizinga dalam Homo Ludens atau Manusia yang Bermain, menyatakan bahwa sebuah kebermainan bukanlah seremeh sebuah main-main dalam ajang suatu permainan.
Sebenarnya, manusia pada saat mengonsentrasikan dirinya dengan “kebahagiaan melucu” pada sebuah permainan kreatif, taruhlah sebagai bentuk parodi dalam seni kontemporer, ia membentuk greget kekuatan wicara. Sang seniman mentransmisi pesan-pesan yang bisa jadi ujaran tersebut meski bermain-main menjadi serius, mengerucut pada tema-tema tertentu laiknya kisah separuh konyol namun menggelisahkan secara sosial.
Dari film awal abad ke-20 Charlie Caplin sampai karya-karya komikal Rowan Atkinson, yang kemudian tenar dengan Mr Bean-nya, kita merasakan ada sasaran kelucuan yang kemudian membuat masyarakat terhibur, meski menyisakan luka yang tertunda.
Tapi, sang seniman pencipta humor itu mengobatinya tanpa membuat marah siapapun. Charlie Caplin yang memparodikan Adolf Hitler maupun Mr Bean yang mengomedikan masyarakat “borjuis” Inggris, benar-benar sebuah komedi yang membuka borok-borok sosial.
Tragedi, Hasrat Kuasa dan Konsumsi
Karya instalasi milik Syakieb seperti segugus seremoni visual untuk menggedor kembali makna tentang tragedi di dunia modern dan sihir kolektif gaya hidup. Menjejak ulang ruang-ruang urban yang serba cepat serta peliknya kerangkeng hasrat manusia mengonsumsi benda-benda sebagai sebuah keniscayaan.