“Saya berharap pemerintah dan DPR, dapat segera membahas dan menyelesaikan Undang-Undang Perampasan Aset tindak pidana ini,” tandasnya.
Menurut dia, penguatan regulasi ini diperlukan mengingat masih marak tindak pidana korupsi di Tanah Air. Kata Henry, kalau bersih kenapa takut. “Saya mengajak kita semuanya, mari kita bersama-sama mencegah tindak pidana korupsi dan bisa memberikan efek jera kepada para pejabat yang melakukan korupsi,” tuturnya.
Dengan adanya UU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku. RUU ini juga membuka kesempatan untuk merampas segala aset yang diduga sebagai hasil tindak pidana, dan aset-aset lain yang patut diduga akan atau telah digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.
Henry mengamini laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tren kasus korupsi yang meningkat dalam lima tahun terakhir. ICW merilis laporan hasil pemantauan tren korupsi bahwa jumlah kasus korupsi meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan rilis ICW, kasus korupsi 2019 sebanyak 271 kasus dengan 580 tersangka, pada 2020 sebanyak 444 kasus dengan 875 tersangka, pada 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 tersangka, dan pada 2022 sebanyak 579 kasus dengan 1.396 tersangka. Pada 2023, terjadi lonjakan kasus korupsi yang tercatat 791 kasus dengan 1.695 tersangka.