“Bagi KPPS yang bisa akses untuk menggunakan aplikasi, mereka mengirimkan foto hasil C Plano, dan konon katanya aplikasi Sirekap ini sudah menggunakan teknologi AI (artificial intelligence), membaca dokumen OCR/OMR, tetapi yang terjadi di lapangan, ketika memfoto justru hasilnya tidak sesuai dengan apa yang tertulis,” tutur Hendra.
“Seperti suara dari hasil C plano kemudian di-upload ke website angkanya berubah. Data suara yang didapat, terjadi penggelembungan angka-angka di semua paslon, tentu ini menjadi maslah serius,” imbuhnya.
Hendra menuturkan dashboard total suara menampilkan jumlah dari penghitungan yang salah sejak awal. Atas dasar itu, ia merasa, hasil hitung itu akan memberi tafsir yang menyesatkan.
“Perihal fitur progres yang ditampilkan di dashboard menimbulkan misinterpretasi, misalnya progres data Jawa Barat 40%, jika dilihat penduduk Jabar itu ada 35 juta lebih, 40% dari 35 juta itu adalah 14 Juta Penduduk, tapi jika dihitung manual di sana 5 juta pun belum sampai,” terang Hendra.
Kendati demikian, Hendra menyarankan KPU untuk segera memperbaiki Sirekap. “Perbaiki sistem yang terjadi saat ini dengan segera dan penuh perhatian yang sungguh-sungguh,” tandasnya.
(kri)